Pagi dini hari, sekitar jam 4 pagi, ibu dan bapak sudah bangun, dan
chit chat entah tentang apa, lupa, yang pasti kami 90% nya sibuk dengan
hp masing-masing. Tiba-tiba terasa ada letupan di dalam perut ibu,
dalam hati "wah jangan-jangan pecah ketuban", segera ibu ke kamar mandi,
dan benar saja air ketuban mengalir deras. Karena sudah pengalaman,
jadi ibu sudah yakin saja itu air ketuban.
Bapak yang sigap
waktu itu segera membawa box bersalin masuk ke mobil dan menyalakan
mobil, ibu ditinggal begitu saja di kamar mandi wkwkwk dasar bapak.
Sambil sedikit kesal, ibu segera minta bapak membawakan pakaian ganti
dan pembalut bersalin ke kamar mandi, ibu tidak bisa berjalan ke kamar
karena air ketuban terus keluar.
Setelah berganti pakaian, ibu dan bapak
segera meluncur ke klinik, tanpa pamitan pada ayah dan mamah (orangtua
ibu) karena mereka sedang sakit, ibu takut menganggu istirahat, biar
nanti saja berkabar ke mereka.
Sampai di klinik, cek
pembukaan, belum ada, fyuh, sama persis seperti lahiran tetehnya, usia
kehamilan 40 minggu, pecah ketuban dini tanpa pembukaan. Ibu dan Bapak
pun istirahat di kamar klinik (kliniknya ada rawat inap nya juga),
sambil observasi dan menunggu pembukaan.
Pagi-pagi infus
dipasang, 2 kali gagal, darah mengalir deras dari tangan kiri ibu, tapi tak apa, akhirnya
percobaan ketiga di tangan kanan berhasil, ibu diberi
antibiotik supaya tidak terjadi infeksi akibat pecah ketuban dini kata
dokter. Bidan jaga pun mengobservasi ibu tiap 3 jam, cek kontraksi dan
pembukaan. Kontraksi tak banyak, pembukaan pun nihil. Alhasil setelah di
cek dokter di sore hari, diputuskanlah untuk induksi. Again, sama
persis seperti saat lahiran Teteh Radeya, hheuehu.
Ba'da magrib,
disuntikan induksi ke infus, ada obat yang diminum juga. Alhamdulillah
tak lama pembukaan 4, namun saat dicek detak jantung adik di dalam rahim
distress/tidak normal, efek dari induksi katanya, meskipun sudah
dibantu dengan oksigen (ibu dipasangi selang oksigen), tetap saja jantung
adik berdetak tidak normal. Setelah bidan konsultasi ke dokter, dokter memberri opsi untuk SC, dirujuklah ibu ke Rumah Sakit, karena di klinik
tidak ada peralatan untuk SC meskipun dokter yang menangani tetap sama
(dokternya praktek di klinik dan di RS tersebut).
Sesampai di
Rumah Sakit, masuk IGD cek pembukaan sudah pembukaan 5, ibu masih
memakai infusan, lalu dipasangi alat pengukur detak jantung bayi,
dipasang selang oksigen, diambil darah untuk cek covid, dan
ditanya-tanya segala macam pertanyaan yang malas sekali ibu jawab. Yaa
keadaan sedang mules, sudah pembukaan 5 ditanya tanggal lahir, alamat
dll disuruh tanda tangan pula, rasanya itu... Coba rasain sendiri 😂
Sementara
ibu dicek ini itu, bapak ke loket pendaftaran, yaampun lama sekali
daftarnya, sampai ibu teriak-teriak memanggil bapak, karena sama sekali
tidak ada yang menemani ibu, ditambah ibu kehausan, minta bidan
membawakan minum tak dibawakan juga, yaa ngambil dimana mungkin bingung
juga namanya IGD, dan bidannya sendiri sedang sibuk mengurusi ini itunya
ibu (cek darah, kelengkapan administrasi dll). Sampai ibu mertua
datang, langsung ibu minta air minum, dibawakanlah air minum yang
rasanya seperti oasis di gurun pasir, ibu mertua pun stay menemani ibu
yang sudah mulai tak tahan ingin mengejan.
Tak lama bapak datang,
ditanya bidan, "Sudah booking kamar?", kata bapak, "Belum", yaampuuun daritadi
lama sekali daftar belum booking kamar hiks jadi bapak kembali lagi
entah ke mana untuk booking kamar. Kira-kira sekitar 30-45 menit ibu di IGD,
rasanya lama sekali, sampai rasa ingin mengejan pun sudah tak
tertahankan, namun bidan bilang tahan dulu, meskipun pembukaan terus
maju namun skenario SC masih berlaku.
Kemudian ibu bicara pada adik,
"Dik, ibu sudah mules kaya gini masa harus operasi, yuk keluar yuk dik".
Karena ibu terus meminta ingin mengejan, bidan mengecek pembukaan, daaan
pembukaan lengkap, alhamdulillaah. Meskipun hasil tes covid belum
keluar, karena pembukaan sudah lengkap akhirnya keluar juga dari IGD,
masa lahiran di IGD hiks, qodarullooh menunggu lift terbuka pun lama
sekali, sret terasa sekali kepala adik sudah keluar ketika menunggu lift
terbuka, bidan kemudian menelpon dokter, "Kepala sudah keluar dok, jadi
ke ruang bersalin atau ruang operasi dok?" Dokter jawab, "Ke ruang
bersalin" (belakangan ibu tahu dari teman yang bidan, jika kepala sudah
keluar maka sulit untuk SC), yaampuuun ibu yang sedah lemas menahan
untuk mengejan dan menahan nyeri langsung tersenyum happy karena tak
jadi operasi, "Alhamdulillaah, Good Job Adik".
Setelah lift
terbuka, tadinya tujuan kami adalah ruang operasi menjadi ruang bersalin
isolasi (karena hasil tes covid ibu belum keluar), nah masuk ruang
bersalin, ruangan masih kosong, lampu baru dinyalakan, peralatan baru
ditata, dokter masih OTW dari ruang operasi ke ruang bersalin, namun
adik sudah tak tahan ingin keluar, bidan menelepon dokter meminta izin
adik dilahirkan karena sudah tidak bisa ditahan lagi, akhirnya yap,
meskipun dokter belum sampai ke ruang bersalin, bapak masih entah
dimana, dan tanpa ibu mengejan pun adik lahir.
Alhamdulillaah
Adik
lahir tak langsung menangis, sementara saya ditinggal di di ruang bersalin dan masih memakai kasur IGD (karena tak sempat pindah ke kasur bersalin),
bidan melakukan RJP ke adik, alhamdulillaah adik menangis, dan dokter
pun sampai. Lanjut ibu melahirkan plasenta, dibersihkan darahnya,
dipasang IUD dan dijahit. Berapa jahitan? Bwanyaaak 😂
Tak
lama adik dipertemukan dengan ibu, IMD, dan ibu pindah ke kamar,
sementara adik dibawa ke kamar bayi terlebih dahulu sebelum nanti room
in dengan ibu. Alhamdulillaah hasil tes covid non reaktif jadi bisa
menginap di kamar reguler bukan yang isolasi.
Sesampainya di
kamar, ibu lapar, waktu itu ibu ditemani bapak dan ceu nyai (paraji dari
awilega), bapak pun sudah kelaparan, Nasi Goreng Jaka depan RS to the
rescue, nikmat banget setelah apa yang terjadi hhi, dan tak lama adik pun diantar ke kamar.
Alhamdulillah ASI sudah lancar keluar sejak saat itu, jadi ibu PD
sekali. Malam pertama bersama adik, dihiasi dengan nen 3 jam sekali dan
adik poop 3 kali, indahnya malam pertama kami hehe
Keesokan
harinya, alhamdulillah ibu sudah bisa buang air kecil, adik tak ada
keluhan apapun, HB ibu normal, bisa pulang deh. alhamdulillaah.
Hikmah
yang bisa dipetik, baik menurut kita bukan berarti baik menurut Allah,
buruk menurut kita bukan berarti buruk menurut Allah. Saat menunggu lama
di IGD yang menurut ibu buruk, ternyata menjadi jalan untuk menunggu
adik bisa mengeluarkan kepalanya melalui jalan lahir, sehingga tidak
jadi SC, kalau saja waktu itu prosesnya cepat di IGD, mungkin adik tak
sempat keluar dari jalan lahir dan malah jadi operasi, masyaallah
qodarullooh, Kuasa Allah membuat proses di IGD lama sekali sehingga
takdir lahiran adik bisa normal pada akhirnya, alhamdulillah.
Itulah
dia cerita kelahiran adik yang diberi nama Raihan Ahmad Harsa, Bunga
Surga yang memiliki sifat dan karakter seperti Nabi SAW, orang yang
bahagia serta membawa kebahagiaan. Semoga sehat selalu, soleh, pinter,
bageur, sehat, kuat, seueur nu nyaaheun, gampil rizkina seueur halal dan
berkah Aamiiin
0 comments:
Post a comment